Pembangunan los jualan atau lapak sayur yang menggunakan Anggaran Social Responsibility (CSR) dari Bank Sulteng bagi pedagang sayur-sayuran menambah kesan kesemrawutan dan menjadi alasan Pasar yang berkonsep modern milik Pemerintah Daerah Parigi Moutong itu terkesan mati suri tak dihuni Pedagang.
Selain menyalahi master plan, pembangunan lapak sayur itu tersebut justru terlihat mubazir sebab bangunan lapak yang sama telah ada sebelumnya di bagian Utara Pasar Sentral Parigi.
Bukan hanya itu, bangunan tersebut juga menambah deretan kesan kumuh di Pasar Sentral Parigi (PSP), karena lokasi dibangunnya lapak seharusnya dijadikan lahan parkir.
Sejak difungsikannya lapak CSR yang dibangun saat Asisten II, Yasir sebagai Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) kala itu, membuat seluruh pedagang yang sebelumnya menempati lapak berdekatan dengan kantor pengelola Pasar Sentral Parigi berpindah.
Walhasil, lapak yang dibangun dengan menelan anggaran ratusan juta (lapak PSP) itu sudah tidak difungsikan lagi alias mubazir.
“Sudah tidak ada lagi yang berjualan disini pak, semua sudah pindah didepan (lapak CSR). Tinggal beberapa pedagang toko saja yang masih bertahan,” kata salah satu pedagang, Pendi, kepada sejumlah media, Jumat (14/06/2024).
Waktu belum dipindah, lokasi sekitar sini (lapak PSP) hingga pasar ikan kata dia, menjadi pusat keramaian jual beli.
“Sekarang keramaian sudah berpindah kedepan (lapak CSR), kalau ada pembeli yang masuk, mereka cuma belanja ikan saja, itupun tidak banyak,” tuturnya.
Pantauan media ini juga, bangunan los atau lapak sayur yang didirikan tahun 2021 – 2022 yang menggunakan anggaran CSR milik PT Bank Sulteng itu menjadi alasan puluhan pedagang yang sebelumnya berjualan di area gedung pasar memilih untuk menjual barang dagangannya di tepi jalan.
Padahal dari segi perbandingan, bangunan yang ditinggalkan oleh para pedagang demi lapak baru yang diarahkan oleh Disperindag Parigi Moutong lebih baik dari segi kualitas bangunan.
Sedangkan bangunan CSR PT Bank Sulteng yang diresmikan langsung oleh Pemerintah Daerah yang hanya dibangun menggunakan konstruksi baja ringan dengan paving block. Hal itu seakan menjadi solusi terbaik dan terkesan menggambarkan bangunan sebelumnya tidak layak untuk ditempati.
Hingga saat ini, buntut dari pemindahan para pedagang sayur serta rempah-rempah ke los yang baru mengakibatkan para pedagang lainnya merogoh kocek atau mengeluarkan biaya tambahan untuk membangun secara mandiri tempat jualan, demi mengejar para pengunjung yang dominan memadati kawasan lapak kebutuhan harian.
Dalam kesempatan berbeda, Asosiasi Pedagang PSP, H Iskandar mengaku, ikut menyayangkan bangunan los di kawasan PSP yang tak difungsikan tersebut.
“Ada bangunan di sana, pemerintah sudah anggarkan tapi tidak dipakai, mubazir. Kenapa dibiarkan membangun bangunan lain,” kata Iskandar, di Parigi, Rabu malam, 12 Juni 2024.
Ia menyebut, pihaknya tidak bermaksud menghalangi niat Pemerintah Daerah (Pemda) Parimo untuk membangun di kawasan PSP.
Namun, sebaiknya lebih mendahulukan penataan kembali pedagang dan pasar, agar PSP lebih menarik serta dapat menjadi ikon Kota Parigi.
“Kami selaku Asosiasi, siap saja mengawal apa yang menjadi kebijakan pemerintah. Tapi harusnya ditata dulu dengan baik,” pungkasnya.